BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak Indonesia
merdeka, sejarah mencatat bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah beberapa kali melakukan revisi (pergantian)
kurikulum pendidikan Nasional. Pergantian tersebut dilakukan atas dasar kebutuhan
pendidikan yang begitu dinamis dan selalu berubah mengikuti perkembangan
zamannya.
Perubahan-perubahan
tersebut mengarah kepada kebutuhan yang semakin kompleks akibat arus
globalisasi yang tak terbendung. Pendidikan dituntut mengikuti tantangan global
yang menghadirkan sistem-sistem globalisasi yang masih perlu dipertimbangkan
dalam proses asimilasinya ke dalam budaya bangsa Indonesia.
Untuk menjawab
tantangan global tersebut, pemerintah melalui Kemendikbud mencoba memperbaharui
kurikulum yang sudah ada. Kurikulum ini dibuat untuk, katakanlah,
menggantikan kurikulum KTSP dalam upaya pembaharuan pendidikan Nasional.
Kehadiran
Kurikulum 2013 menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
begitu tiba-tiba tentunya menimbulkan polemik di berbagai kalangan, terutama di
kalangan akademisi. Semenjak kehadirannya, terjadi semacam konflik perspektif
di berbagai kalangan. Konflik tersebut menciptakan sekat-sekat pemikiran. Di
satu pihak ada mengatakan bahwa kehadiran Kurikulum 2013 merupakan bentuk pembaharuan
di bidang pendidikan,
B. Rumusan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam
penyusunan makalah ini, maka saya membatasi masalah-masalah yang akan dibahas
diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan Kurikulum?
2. Apa sajakah polemik tentang Kurikulum 2013?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui pengertian kurikulum dari
beberapa sumber.
2. Mahasiswa mengetahui polemik kurikulum 2013 baik pro
maupun kontra.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperolah ijazah.
(Prof. Dr. H. Oemar Hamalik. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.2009:3)
UU
RI No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 19,
“Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu” .
Kurikulum adalah
suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah
bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf
pengajarnya. (Prof. Dr. S. Nasution, M. A., 2008:5).
Kurikulum adalah
peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain
kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal. (Dr. h. Nana
Sudjana, 2005:5).
Kurikulum adalah
sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan untuk anak didik, artinya hasil
belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak. (Prof. Dr. Nana
Syaodih Sukmadinata, 2005:4)
Dari berbagai
pengertian Kurikulum di atas dapat saya simpulkan bahwa kurikulum merupakan Blue Print (Master Plan) rancangan pembelajaran perjalanan seorang siswa dari
awal masuk sekolah hingga siswa tersebut lulus atau keluar dari sekolah
tersebut. Karena tujuan pendidikan bukan semata-mata untuk menyampaikan bidang
study akan tetapi juga pembentukan pribadi anak (akhlak) dan belajar cara hidup
di masyarakat.
B. Artikel dan opini tentang polemik
Kurikilum 2013
·
KURIKULUM
2013
Oleh
Mohammad Nuh, Mendikbud RI
KOMPAS.com – Dalam beberapa bulan terakhir, harian
Kompas memuat tulisan dari mereka yang pro ataupun kontra terhadap rencana
implementasi Kurikulum 2013. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi atas berbagai pandangan tersebut.
Saya berkesimpulan, mereka yang mempertanyakan
Kurikulum 2013 adalah karena ada perbedaan cara pandang atau belum memahami
secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi dasar Kurikulum
2013. Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan
untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan
tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam
semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu
dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi abad
ke-21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas bahwa tujuan pendidikan
harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi.
Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yakni
sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia
seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi
himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki
seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang
hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus
dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya
secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan tercapai.
Perencanaan pembelajaran
Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi
beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap
jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta
didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas
pemrosesan dapat diminimalkan. Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini,
tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya,
kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan
antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi
lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan
pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil
akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan
sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan
kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha
membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran
(proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses)
supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik.
Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran
sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut
sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak
tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat
merencanakan perubahan kurikulum karena yang perlu diperbaiki sebenarnya
metodologi pembelajaran, bukan kurikulum (Mohammad Abduhzen, ”Urgensi Kurikulum
2013”, Kompas 21/2 dan ”Implementasi Pendidikan”, Kompas 6/3). Hal ini
menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi
mencakup metodologi pembelajaran. Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai,
tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum
2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai
”memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar,
mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah
konkret dan abstrak, sesuai yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila
pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran.
Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian
para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi. Pemikiran
pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar
taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006,
dan tantangan abad ke-21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian,
tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan”
(Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya
dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
Mengatakan tak ada masalah dengan kurikulum saat ini
adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS
2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA,
menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai
dengan kelas VIII SMP. Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai tuntutan
UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan
tumpang tindih yang tak diperlukan pada beberapa materi mata pelajaran,
kecepatan pembelajaran yang tak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi,
proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih
bernalar dan berpikir.
Kompetensi inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun
masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali
lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan dan
pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap
sesuai jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak
tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan
jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia
peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju
ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat dijamin,
dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat direncanakan.
Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti
juga multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada
ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk
peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait
tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan
untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan.
Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan.
Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas
tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.
Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat
kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata
pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal
antarmata pelajaran. Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari
mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti
merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah
pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran
yang tepat menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah
dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013
adalah salah dengan alasan pada ”Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak
terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia karena memang
tak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana
dipertanyakan Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
Dalam mendukung kompetensi inti, capaian
pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar
yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan rumusan kompetensi inti
yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi
sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Uraian kompetensi dasar sedetail ini adalah untuk
memastikan capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja,
melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. Kompetensi
dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik karena
kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihapalkan, tidak diujikan, tapi sebagai
pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut ada
pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya.
Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami
dapat mengurangi, bahkan menghilangkan, kegelisahan yang disampaikan L Wilardjo
dalam ”Yang Indah dan yang Absurd” (Kompas, 22/2).
Kedudukan bahasa
Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum
cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang
sekolah paling rendah), tempat peserta didik mulai diperkenalkan banyak
kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih
belum terlatih berpikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih
dulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi,
yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar
berpikir abstrak. Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran
mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta
didik.
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels
dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai
penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi
mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang
sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif
dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar,
pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
Dengan cara ini pula, pembelajaran Bahasa Indonesia
dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran
Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang
diminati pendidik dan peserta didik. Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang
kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi
dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia
SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik,
terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, ”Petisi
untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa
kandungan ilmu pengetahuan.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi
yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004,
tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Rumusannya berdasarkan sudut pandang
yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi sehingga sangat dimungkinkan
terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang.
Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa
menggunakan kurikulum berbasis materi. Untuk itu, ada baiknya memahami lebih
dahulu konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah
digariskan UU Sisdiknas sebelum mengkritik.
Mohammad Nuh Mendikbud RI
·
Saya
Orang Tua Murid yang Tidak Setuju Kurikulum 2013
22 Dec 2012
| 16:46
Oleh : Indah Noing
Saya
mengikuti pemberitaan di berbagai media mengenai info rencana pemerintah yang
ingin menerapkan kurikulum 2013 mulai tahun ajaran 2013/2014. Ternyata pro dan
kontra tidak hanya timbul di kalangan praktisi pendidikan, namun di kalangan
orangtua murid pun terjadi dan saya termasuk salah satu ibu yang tidak
menyetujui rencana kurikulum 2013.
Kurikulum
2013 ini rencananya akan memangkas jumlah mata pelajaran di sekolah sehingga
menjadi lebih sedikit, yaitu di tingkat SD dari 10 mata pelajaran (mapel)
dipangkas menjadi 6 mapel, di tingkat SMP dari 12 mapel dipangkas menjadi 10
mapel.
Sebenarnya
saya masih bingung, gerangan apakah yang menyebabkan perubahan kurikulum ini?
Apakah
karena banyaknya keluhan dari para orang tua siswa tentang jumlah mata
pelajaran yang menurut mereka sangat banyak dipelajari anaknya sehingga
membebani tas & punggungnya saat harus membawa buku-buku pelajaran tersebut
ke sekolah setiap harinya?
Apakah
karena keluhan akan materi pelajaran yang dianggap terlalu berat, tidak
sesuai usianya?
Apakah
karena melihat perilaku pelajar-pelajar sekolah yang terlihat condong
malas, suka mencontek, bahkan sampai terjerumus penggunaan narkotika,
tawuran atau perkelahian antar pelajar yang kadang sampai anarkis?
Mohon
kiranya pemerintah memberikan pemberitahuan sejelas-jelasnya ke masyarakat
sebab musabab setiap perubahan kurikulum.
saya sebagai
ibu dari anak kelas 1 SD tidak setuju dengan perubahan kurikulum tersebut.
menurut beberapa info yang beredar tingkat SD mapel yang ditiadakan adalah
antara lain: IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknologi Informatika dan Komputer
(TIK). Lho kok kenapa pelajaran yang juga penting di era kini malah
ditiadakan?
Saya jadi
teringat masa kecil saya saat masih duduk di bangku SD. Betapa saya sangat
menikmati masa-masa itu, sekitar tahun ajaran 1982/1983 saya mulai kelas
1 SD. saya ingat menggunakan buku-buku mapel lungsuran/ bekas pakai kakak
saya sekolah. Buku-buku tersebut saya turunkan lagi ke adik-adik saya untuk
sekolah pada tahun-tahun berikutnya. Tidak seperti zaman sekarang buku-buku
sering bergonta-ganti sehingga tidak bisa digunakan ke adik-adiknya pada
tahun-tahun berikutnya. Saya hampir menyukai segala mapel waktu sekolah, guru
Bahasa Indonesia waktu saya SD bernama Ibu Nur adalah guru yang paling berjasa
menurut saya, karena beliaulah saya jadi bisa membaca. Berkat cara mengajar
beliaulah saya jadi gemar membaca buku hingga kini. Kala itu buku pelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah cuma buku kecil biasa saja diawali dengan kisah
Keluarga Budi, hingga kini pun aku masih ingat nama-nama saudara si Budi, ada
Iwan & Wati :-) Buku-buku pelajaran waktu saya SD tidak
berat membebani tas dan punggung/pundak saat membawanya berangkat atau pulang
sekolah, bahkan kami berangkat dan pulang dengan berjalan kaki beriringan
menyanyikan lagu Sepatu Gelang, indahnya kebersamaan kala anak. :-)
Anak-anak SD sekarang bukunya besar-besar dan tebal, satu mata pelajaran
terdiri dari banyak buku ada buku materi, buku lembar Kegiatan siswa, buku
tulisnya juga, minimal 1 pelajaran membawa 3 buku. Bila 1 hari ada 5 mata
pelajaran bisakah dibayangkan berapa buku yang harus dibawanya dalam tas, belum
lagi bila sang anak harus membawa pakaian olahraga, bekal makanan dan minuman,
atau bahkan keperluan untuk kegiatan ekstra kurikuler yang biasanya berlangsung
sesudah jam sekolah usai. Saya pun sebagai ibu mengeluhkan tentang hal ini,
anak saya kalau pergi sekolah membawa tas seperti orang pulang kampung, tas
koperbisa ditarik karena ada rodanya.Anak saya tak bisa membawa tasnya dengan
cara digantung di pundak/ punggung, karena berat. Tapi permasalahannya bukan
pada jumlah mata pelajarannya yang banyak, menurut saya permasalahan terletak
pada buku yang tebal. Cobalah diamati buku-buku tersebut, tulisannya
besar-besar, gambar-gambar juga besar.Sebenarnya bisa diringkas lagi dan lebih
kreatif lagi, tulisan tak perlu besar-besar, gambar tak perlu besar-besar, buku
dibuat menarik sehingga anak berminat membaca & mempelajarinya. Bila buku
menjadi ukuran normal niscaya memperingan bawaan anak saat sekolah.
Tentang
pelajaran IPA yang dilebur ke dalam pelajaran bahasa Indonesia saya juga tidak
setuju, sangatlah beda pelajaran tentang berbahasa yang sebenarnya adalah
belajar cara berkomunikasi dengan pelajaran IPA yang ilmiah, yang ada nanti
malah membuat kerumitan, karena segala pelajaran adalah mudah dipelajari bila
pemahaman dasarnya sudah dicapai. Pasti berbeda pemahaman dasar tentang
bahasa yang meliputi banyak unsur yang harus dipelajari, misalnya tentang,
penggunaan kalimat, subjek, predikat, objek, kata sifat, kata benda, majas,
pantun, puisi, belajar mengarang, dan lain-lain.Pemahaman dasar di pelajaran
IPA meliputi, alam, tumbuhan, manusia, sifat-sifat ilmiahnya, proses ilmiahnya.
Apakah penggabungan 2 mapel ini karena para perumus kurikulum 2013 pun
menganggap Bahasa Indonesia dan IPA adalah mudah dipelajari?
Duh, jangan
mentang-mentang anak Indonesia lumayan banyak yang berprestasi di olympiade
sains tingkat internasional, maka menganggap IPA pelajaran gampang. Mereka itu
tuh cuma sedikit jumlahnya dibandingkan anak-anak yang kurang paham sains.
Tentang
mapel Bahasa Inggris yang juga akan dihapuskan atau keputusan ditentukan ke
pihak sekolah akan tetap diajarkan atau tidaknya. Kenapa harus begitu sih?
Waktu saya SD memang tidak ada pelajaran Bahasa Inggris, mulai diajarkan saat
mulai jenjang SMP. Betapa sulitnya saya dan teman-teman mempelajarinya, maklum
bahasa asing, banyak pula yang tidak menyukai mapel bahasa Inggris, bahkan
biasanya kalau mapelnya gak disukai maka otomatis sang murid tidak terlalu suka
guru mapel tersebut. Alhasil hingga kini tidak bisa berbahasa Inggris.
Sangatlah berbeda dengan anak-anak zaman sekarang, saya sering menjumpai
anak-anak kampung sudah berani dan percaya diri berkomunikasi pakai bahasa
Inggris ke bule, keren kan? Ini pasti gurunya bagus dalam mengajarkan bahasa
Inggris. Pasti ada benarnya pendapat tentang usia dini adalah usia yang baik
untuk anak belajar banyak bahasa. Tambah dewasa pasti anak itu tambah pintar
lagi. Tapi bagaimana bila pelajaran bahasa Inggris dihapuskan? pastilah
generasinya akan seperti generasi zaman saya, tidak banyak yg berminat atau pandai
dalam berbahasa Inggris.
Tentang
mapel Teknologi Informatika dan Komputer (TIK) amatlah baik diajarkan di
tingkat SD. Era kini era digital, era informasi & tehnologi global sangat
berpengaruh dan cepat sekali perkembangan serta perubahannya. Ada cerita
tentang seorang ibu yang tidak mengerti tentang teknologi komputer sering
dibohongi anaknya yang selalu berasyik ria dengan telepon genggam atau
komputernya, sang ibu selalu berpikir sang anak sedang belajar padahal sedang
asyik bersosialisasi online atau main game atau menjelajah video di youtube.
Ada cerita pula tentang hilangnya para gadis akibat berjumpa dengan teman yang
baru dikenal di facebook. Apakah kasus-kasus seperti ini yang menyebabkan mapel
TIK dihapuskan? Padahal kalau dicermati pelajaran TIK itu baik dan banyak
manfaatnya lho.. saya pernah melihat berita di TV tentang anak Indonesia usia
Sekolah Dasar yang menjuarai pembuatan software komputer di Malaysia. Dia bisa
membuat software tentang mudah belajar bahasa Inggris untuk usia dini,
menggunakan animasi, banyak yang dia bisa dan bermanfaat bagi banyak orang.
Mengenai
banyaknya kasus pelajar yang berperilaku negatif seperti :malas, suka
kumpul-kumpul nongkrong gak jelas bahkan terjebak narkoba atau tindakan anarkis
seperti tawuran, maka tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah semata. Peran
orang tua, kondisi keluarga, lingkungan, pemuka masyarakat dan agama pun turut
bertanggung jawab. Entahlah mengapa sekarang banyak orang termasuk pelajar yang
mudah tersulut melakukan tindakan anarkis? Sebaiknya para guru,orangtua, pemuka
agama dan tokoh masyarakat hati-hati dalam mengeluarkan pendapat atau
pernyataan, jangan sampai membuat kekisruhan.
Sebaiknya setiap sekolah mempunyai seorang psikolog yang bisa menjadi
tempat curahan hati para pelajar ataupun menjadi motivator bagi seluruh pelajar
di sekolah. Ceramah-ceramah tentang motivasi dalam hidup ini baik pula
disampaikan ke pelajar-pelajar tentunya sesuai tingkatan sekolahnya, sehingga
sang anak mempunyai cita-cita dan bersemangat tuk bisa mewujudkan cita-citanya.
Melalui ini
saya memohon kiranya pemerintah meninjau ulang kurikulum 2013 sebelum
diterapkan. Pertimbangkan guru-guru mapel yg dihilangkan tersebut akan mengajar
apa? Pertimbangkan kembali bagaimana hasilnya nanti, apakah akan terwujud Semua
Anak Indonesia Pintar Bebas dari Kebodohan? Apakah negeri ini akan semakin maju
atau terpuruk urutannya dalam bidang pendidikan dibandingkan semua negeri di
dunia ini?.
http://m.kompasiana.com/post/read/518868/3/saya-orang-tua-murid-yang-tidak-setuju-kurikulum-2013.html
·
Analisis
Di masa sekarang ini, pendidikan seperti sudah
menjadi kebutuhan pokok di samping kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia,
tentunya menjadi tempat jutaan siswa yang menuntut ilmu mulai dari tingkat
sekolah dasar sampai sekolah menengah. Merekalah yang nantinya akan menjadi
penerus bangsa Indonesia yang diharapkan dapat membawa Indonesia kepada
perubahan yang lebih baik lagi.
Negara maju tentunya tidak terlepas dari dunia
pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara, maka semakin
tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dapat memajukan dan mengharumkan
negaranya. Dan cara pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia adalah dengan penetapan kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
Kurikulum ini menuai banyak kontroversi. Ada yang
pro dan ada pula yang kontra. Namun saya berada ditengah-tengah antara pro dan
kontra, saya memiliki alasan tersendiri selengkapnya dibawah ini.
Kurikulum 2013 sangat bagus jika diterapkan karena
di kurikulum ini siswa bukan hanya mempelajari mata pelajaran tapi juga
mempelajari tentang solidaritas, kerjasama dan pengembangan diri.
Namun kurikulum 2013 belum bisa diterapkan secara
maksimal karena ada beberapa kendala salah satunya kekurangan buku materi dan
belum terdistribusinya buku rapor murid. Hal tersebut masih bisa dimaklumi
karena kurikulum ini masih dalam masa transisi. Jika semua kendala telah
teratasi maka tidak ada salahnya kurikulum ini diterapkan di seluruh sekolah di
Indonesia.
Namun disisi lain keluhan pun sering terlontar dari
mulut para siswa yang merasakan langsung efek dari penetapan kurikulum
tersebut. Mulai dari jam belajar yang lama, dan tugas menumpuk merupakan momok
bagi mereka yang belum terbiasa dengan kurikulum baru ini.
Masa sekolah merupakan masa yang menyenangkan bagi
seorang anak, dan jika kurikululum 2013 ini diterapkan mereka berpikir hal
tersebut akan merubah masa yang menyenangkan itu menjadi sebuah masa yang
ditakuti oleh siswa karena di kurikulum 2013 ini siswa dituntut untuk belajar lebih
keras lagi.
Mereka akan berpikir bahwa sekolah itu suatu hal
yang sangat menakutkan karena tidak ada waktu untuk bermain, waktu mereka habis
untuk pelajaran karena kurikulum 2013 ini menekankan jam pelajaran yang
ditambah dan mengurangi waktu bermain anak. Sebab, jika dibebani dengan mata
pelajaran yang berlebihan, maka siswa bakal mengalami stres dan frustrasi
berlebihan.
Oleh sebab itu pemerintah seharusnya dapat menunjang
pemberlakuan kurikulum 2013 ini dengan sarana dan prasana yang memadai. Setidaknya
dengan begitu para siswa akan lebih mudah dalam beradaptasi dengan kurikulum
baru. Pemerintah juga harus memperhatikan kehidupan siswa dengan lingkungan
sosialnya. Jangan sampai siswa kurang memiliki waktu untuk kegiatan pribadi dan
sosial akibat beban tugas dan materi atas kurikulum 2013.
Meskipun banyak problem yang dihadapi oleh
pendidikan di Indonesia, namun itu semua tidak boleh menyurutkan semangat kita
dalam menuntut ilmu. Bagaimanapun juga, pendidikan nasional merupakan investasi
bagi masa depan bangsa. Sebab, melalui pendidikan nasional, masa depan bangsa
sedang dirancang sebaik mungkin dengan cara mempersiapkan Sumber Daya Manusia
yang tidak kalah kualitasnya dengan negara-negara lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara maju
tidak terlepas dari dunia pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu
negara, maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dapat
memajukan dan mengharumkan negaranya. Dan cara pemerintah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan penetapan kurikulum 2013 sebagai
pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
B. Saran
Pemerintah seharusnya dapat menunjang pemberlakuan
kurikulum 2013 ini dengan sarana dan prasana yang memadai. Setidaknya dengan
begitu para siswa akan lebih mudah dalam beradaptasi dengan kurikulum baru.
Pemerintah juga harus memperhatikan kehidupan siswa dengan lingkungan
sosialnya. Jangan sampai siswa kurang memiliki waktu untuk kegiatan pribadi dan
sosial akibat beban tugas dan materi atas kurikulum 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,
Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
2009. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution,
S. Kurikulum dan Pengajaran. 2008.
Bumi Aksara.
Sudjana,
Nana. Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah. 2005. Sinar Baru Algesindo.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktek. 2005. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
http://m.kompasiana.com/post/read/518868/3/saya-orang-tua-murid-yang-tidak-setuju-kurikulum-2013.html