Selasa, 11 November 2014

Makalah Polemik Kurikulum 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak Indonesia merdeka, sejarah mencatat bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah beberapa kali melakukan revisi (pergantian) kurikulum pendidikan Nasional. Pergantian tersebut dilakukan atas dasar kebutuhan pendidikan yang begitu dinamis dan selalu berubah mengikuti perkembangan zamannya.
Perubahan-perubahan tersebut mengarah kepada kebutuhan yang semakin kompleks akibat arus globalisasi yang tak terbendung. Pendidikan dituntut mengikuti tantangan global yang menghadirkan sistem-sistem globalisasi yang masih perlu dipertimbangkan dalam proses asimilasinya ke dalam budaya bangsa Indonesia.
Untuk menjawab tantangan global tersebut, pemerintah melalui Kemendikbud mencoba memperbaharui kurikulum yang sudah ada.  Kurikulum ini dibuat untuk, katakanlah, menggantikan kurikulum KTSP dalam upaya pembaharuan pendidikan Nasional.
Kehadiran Kurikulum 2013 menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang begitu tiba-tiba tentunya menimbulkan polemik di berbagai kalangan, terutama di kalangan akademisi. Semenjak kehadirannya, terjadi semacam konflik perspektif di berbagai kalangan. Konflik tersebut menciptakan sekat-sekat pemikiran. Di satu pihak ada mengatakan bahwa kehadiran Kurikulum 2013 merupakan bentuk pembaharuan di bidang pendidikan,

B.     Rumusan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya membatasi masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan Kurikulum?
2.      Apa sajakah polemik tentang Kurikulum 2013?

C.    Tujuan
1.      Mahasiswa mengetahui pengertian kurikulum dari beberapa sumber.
2.      Mahasiswa mengetahui polemik kurikulum 2013 baik pro maupun kontra.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperolah ijazah. (Prof. Dr. H. Oemar Hamalik. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.2009:3)
UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 19,
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” .
Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. (Prof. Dr. S. Nasution, M. A., 2008:5).
Kurikulum adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal. (Dr. h. Nana Sudjana, 2005:5).
Kurikulum adalah sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan untuk anak didik, artinya hasil belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak. (Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, 2005:4)
Dari berbagai pengertian Kurikulum di atas dapat saya simpulkan bahwa kurikulum merupakan Blue Print (Master Plan) rancangan pembelajaran perjalanan seorang siswa dari awal masuk sekolah hingga siswa tersebut lulus atau keluar dari sekolah tersebut. Karena tujuan pendidikan bukan semata-mata untuk menyampaikan bidang study akan tetapi juga pembentukan pribadi anak (akhlak) dan belajar cara hidup di masyarakat.

B.     Artikel dan opini tentang polemik Kurikilum 2013
·         KURIKULUM 2013
Oleh Mohammad Nuh, Mendikbud RI

KOMPAS.com – Dalam beberapa bulan terakhir, harian Kompas memuat tulisan dari mereka yang pro ataupun kontra terhadap rencana implementasi Kurikulum 2013. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas berbagai pandangan tersebut.
Saya berkesimpulan, mereka yang mempertanyakan Kurikulum 2013 adalah karena ada perbedaan cara pandang atau belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi dasar Kurikulum 2013. Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi abad ke-21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan tercapai.

Perencanaan pembelajaran
Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan. Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya, kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran, bukan kurikulum (Mohammad Abduhzen, ”Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas 21/2 dan ”Implementasi Pendidikan”, Kompas 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi mencakup metodologi pembelajaran. Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi. Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan abad ke-21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
Mengatakan tak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP. Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan tumpang tindih yang tak diperlukan pada beberapa materi mata pelajaran, kecepatan pembelajaran yang tak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berpikir.

Kompetensi inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.
Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran. Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada ”Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia karena memang tak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana dipertanyakan Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Uraian kompetensi dasar sedetail ini adalah untuk memastikan capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihapalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya.
Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami dapat mengurangi, bahkan menghilangkan, kegelisahan yang disampaikan L Wilardjo dalam ”Yang Indah dan yang Absurd” (Kompas, 22/2).

Kedudukan bahasa
Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat peserta didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih belum terlatih berpikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berpikir abstrak. Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik.
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
Dengan cara ini pula, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati pendidik dan peserta didik. Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Rumusannya berdasarkan sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi. Untuk itu, ada baiknya memahami lebih dahulu konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas sebelum mengkritik.
Mohammad Nuh Mendikbud RI







·         Saya Orang Tua Murid yang Tidak Setuju Kurikulum 2013
22 Dec 2012 | 16:46
Oleh    : Indah Noing
Saya mengikuti pemberitaan di berbagai media mengenai info rencana pemerintah yang ingin menerapkan kurikulum 2013 mulai tahun ajaran 2013/2014. Ternyata pro dan kontra tidak hanya timbul di kalangan praktisi pendidikan, namun di kalangan orangtua murid pun terjadi dan saya termasuk salah satu ibu yang tidak menyetujui rencana kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 ini rencananya akan memangkas jumlah mata pelajaran di sekolah sehingga menjadi lebih sedikit, yaitu di tingkat SD dari 10 mata pelajaran (mapel) dipangkas menjadi 6 mapel, di tingkat SMP dari 12 mapel dipangkas menjadi 10 mapel.
Sebenarnya saya masih bingung, gerangan apakah yang menyebabkan perubahan kurikulum ini?
Apakah karena banyaknya keluhan dari para orang tua siswa tentang jumlah mata pelajaran yang menurut mereka sangat  banyak dipelajari anaknya sehingga membebani tas & punggungnya saat harus membawa buku-buku pelajaran tersebut ke sekolah setiap harinya?
Apakah karena keluhan akan materi  pelajaran yang dianggap terlalu berat, tidak sesuai usianya?
Apakah karena melihat perilaku pelajar-pelajar  sekolah yang terlihat condong  malas, suka mencontek, bahkan sampai terjerumus penggunaan narkotika, tawuran atau perkelahian antar pelajar yang kadang sampai anarkis?
Mohon kiranya pemerintah memberikan pemberitahuan sejelas-jelasnya ke masyarakat sebab musabab setiap perubahan kurikulum.
saya sebagai ibu dari anak kelas 1 SD tidak setuju dengan perubahan kurikulum tersebut. menurut beberapa info yang beredar tingkat SD mapel yang ditiadakan adalah antara lain: IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknologi Informatika dan Komputer (TIK). Lho kok kenapa  pelajaran yang juga penting di era kini malah ditiadakan?
Saya jadi teringat masa kecil saya saat masih duduk di bangku SD. Betapa saya sangat menikmati  masa-masa itu, sekitar tahun ajaran 1982/1983 saya mulai kelas 1 SD.  saya ingat menggunakan buku-buku mapel lungsuran/ bekas pakai kakak saya sekolah. Buku-buku tersebut saya turunkan lagi ke adik-adik saya untuk sekolah pada tahun-tahun berikutnya. Tidak seperti zaman sekarang buku-buku sering bergonta-ganti sehingga tidak bisa digunakan ke adik-adiknya pada tahun-tahun berikutnya. Saya hampir menyukai segala mapel waktu sekolah, guru Bahasa Indonesia waktu saya SD bernama Ibu Nur adalah guru yang paling berjasa menurut saya, karena beliaulah saya jadi bisa membaca. Berkat cara mengajar beliaulah saya jadi gemar membaca buku hingga kini. Kala itu buku pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah cuma buku kecil biasa saja diawali dengan kisah Keluarga Budi, hingga kini pun aku masih ingat nama-nama saudara si Budi, ada Iwan & Wati  :-)  Buku-buku pelajaran waktu saya  SD tidak berat membebani tas dan punggung/pundak saat membawanya berangkat atau pulang sekolah, bahkan  kami berangkat dan pulang dengan berjalan kaki beriringan menyanyikan lagu Sepatu Gelang, indahnya kebersamaan kala anak.  :-) Anak-anak SD sekarang bukunya besar-besar dan tebal, satu mata pelajaran terdiri dari banyak buku ada buku materi, buku lembar Kegiatan siswa, buku tulisnya juga, minimal 1 pelajaran membawa 3 buku. Bila 1 hari ada 5 mata pelajaran bisakah dibayangkan berapa buku yang harus dibawanya dalam tas, belum lagi bila sang anak harus membawa pakaian olahraga, bekal makanan dan minuman, atau bahkan keperluan untuk kegiatan ekstra kurikuler yang biasanya berlangsung sesudah jam sekolah usai. Saya pun sebagai ibu mengeluhkan tentang hal ini, anak saya kalau pergi sekolah membawa tas seperti orang pulang kampung, tas koperbisa ditarik karena ada rodanya.Anak saya tak bisa membawa tasnya dengan cara digantung di pundak/ punggung, karena berat. Tapi permasalahannya bukan pada jumlah mata pelajarannya yang banyak, menurut saya permasalahan terletak pada buku yang tebal. Cobalah diamati buku-buku tersebut, tulisannya besar-besar, gambar-gambar juga besar.Sebenarnya bisa diringkas lagi dan lebih kreatif lagi, tulisan tak perlu besar-besar, gambar tak perlu besar-besar, buku dibuat menarik sehingga anak berminat membaca & mempelajarinya. Bila buku menjadi ukuran normal niscaya memperingan bawaan anak saat sekolah.
Tentang pelajaran IPA yang dilebur ke dalam pelajaran bahasa Indonesia saya juga tidak setuju, sangatlah beda pelajaran tentang berbahasa yang sebenarnya adalah belajar cara berkomunikasi dengan pelajaran IPA yang ilmiah, yang ada nanti malah membuat kerumitan, karena segala pelajaran adalah mudah dipelajari bila pemahaman  dasarnya sudah dicapai. Pasti berbeda pemahaman dasar tentang bahasa yang meliputi banyak unsur yang harus dipelajari, misalnya tentang, penggunaan kalimat, subjek, predikat, objek, kata sifat, kata benda, majas, pantun, puisi, belajar mengarang, dan lain-lain.Pemahaman dasar di pelajaran IPA meliputi, alam, tumbuhan, manusia, sifat-sifat ilmiahnya, proses ilmiahnya. Apakah penggabungan 2 mapel ini karena para perumus kurikulum 2013 pun menganggap Bahasa Indonesia dan IPA adalah mudah dipelajari?
Duh, jangan mentang-mentang anak Indonesia lumayan banyak yang berprestasi di olympiade sains tingkat internasional, maka menganggap IPA pelajaran gampang. Mereka itu tuh cuma sedikit jumlahnya dibandingkan anak-anak yang kurang paham sains.
Tentang mapel Bahasa Inggris yang juga akan dihapuskan atau keputusan ditentukan ke pihak sekolah akan tetap diajarkan atau tidaknya. Kenapa harus begitu sih? Waktu saya SD memang tidak ada pelajaran Bahasa Inggris, mulai diajarkan saat mulai jenjang SMP. Betapa sulitnya saya dan teman-teman mempelajarinya, maklum bahasa asing, banyak pula yang tidak menyukai mapel bahasa Inggris, bahkan biasanya kalau mapelnya gak disukai maka otomatis sang murid tidak terlalu suka guru mapel tersebut. Alhasil hingga kini tidak bisa berbahasa Inggris. Sangatlah berbeda dengan anak-anak zaman sekarang, saya sering menjumpai anak-anak kampung sudah berani dan percaya diri berkomunikasi pakai bahasa Inggris ke bule, keren kan? Ini pasti gurunya bagus dalam mengajarkan bahasa Inggris. Pasti ada benarnya pendapat tentang usia dini adalah usia yang baik untuk anak belajar banyak bahasa. Tambah dewasa pasti anak itu tambah pintar lagi. Tapi bagaimana bila pelajaran bahasa Inggris dihapuskan? pastilah generasinya akan seperti generasi zaman saya, tidak banyak yg berminat atau pandai dalam berbahasa Inggris.
Tentang mapel Teknologi Informatika dan Komputer (TIK) amatlah baik diajarkan di tingkat SD. Era kini era digital, era informasi & tehnologi global sangat berpengaruh dan cepat sekali perkembangan serta perubahannya. Ada cerita tentang seorang ibu yang tidak mengerti tentang teknologi komputer sering dibohongi anaknya yang selalu berasyik ria dengan telepon genggam atau komputernya, sang ibu selalu berpikir sang anak sedang belajar padahal sedang asyik bersosialisasi online atau main game atau menjelajah video di youtube. Ada cerita pula tentang hilangnya para gadis akibat berjumpa dengan teman yang baru dikenal di facebook. Apakah kasus-kasus seperti ini yang menyebabkan mapel TIK dihapuskan? Padahal kalau dicermati pelajaran TIK itu baik dan banyak manfaatnya lho.. saya pernah melihat berita di TV tentang anak Indonesia usia Sekolah Dasar yang menjuarai pembuatan software komputer di Malaysia. Dia bisa membuat software tentang mudah belajar bahasa Inggris untuk usia dini, menggunakan animasi, banyak yang dia bisa dan bermanfaat bagi banyak orang.
Mengenai banyaknya kasus pelajar yang berperilaku negatif seperti :malas, suka kumpul-kumpul nongkrong gak jelas bahkan terjebak narkoba atau tindakan anarkis seperti tawuran, maka tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah semata. Peran orang tua, kondisi keluarga, lingkungan, pemuka masyarakat dan agama pun turut bertanggung jawab. Entahlah mengapa sekarang banyak orang termasuk pelajar yang mudah tersulut melakukan tindakan anarkis? Sebaiknya para guru,orangtua, pemuka agama dan tokoh masyarakat hati-hati dalam mengeluarkan pendapat atau pernyataan, jangan sampai membuat kekisruhan.  Sebaiknya setiap sekolah mempunyai seorang psikolog yang bisa menjadi tempat curahan hati para pelajar ataupun menjadi motivator bagi seluruh pelajar di sekolah. Ceramah-ceramah tentang motivasi dalam hidup ini baik pula disampaikan ke pelajar-pelajar tentunya sesuai tingkatan sekolahnya, sehingga sang anak mempunyai cita-cita dan bersemangat tuk bisa mewujudkan cita-citanya.
Melalui ini saya memohon kiranya pemerintah meninjau ulang kurikulum 2013 sebelum diterapkan. Pertimbangkan guru-guru mapel yg dihilangkan tersebut akan mengajar apa? Pertimbangkan kembali bagaimana hasilnya nanti, apakah akan terwujud Semua Anak Indonesia Pintar Bebas dari Kebodohan? Apakah negeri ini akan semakin maju atau terpuruk urutannya dalam bidang pendidikan dibandingkan semua negeri di dunia ini?.
http://m.kompasiana.com/post/read/518868/3/saya-orang-tua-murid-yang-tidak-setuju-kurikulum-2013.html
·        Analisis
Di masa sekarang ini, pendidikan seperti sudah menjadi kebutuhan pokok di samping kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, tentunya menjadi tempat jutaan siswa yang menuntut ilmu mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah. Merekalah yang nantinya akan menjadi penerus bangsa Indonesia yang diharapkan dapat membawa Indonesia kepada perubahan yang lebih baik lagi.
Negara maju tentunya tidak terlepas dari dunia pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara, maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dapat memajukan dan mengharumkan negaranya. Dan cara pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan penetapan kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
Kurikulum ini menuai banyak kontroversi. Ada yang pro dan ada pula yang kontra. Namun saya berada ditengah-tengah antara pro dan kontra, saya memiliki alasan tersendiri selengkapnya dibawah ini.
Kurikulum 2013 sangat bagus jika diterapkan karena di kurikulum ini siswa bukan hanya mempelajari mata pelajaran tapi juga mempelajari tentang solidaritas, kerjasama dan pengembangan diri.
Namun kurikulum 2013 belum bisa diterapkan secara maksimal karena ada beberapa kendala salah satunya kekurangan buku materi dan belum terdistribusinya buku rapor murid. Hal tersebut masih bisa dimaklumi karena kurikulum ini masih dalam masa transisi. Jika semua kendala telah teratasi maka tidak ada salahnya kurikulum ini diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia.
Namun disisi lain keluhan pun sering terlontar dari mulut para siswa yang merasakan langsung efek dari penetapan kurikulum tersebut. Mulai dari jam belajar yang lama, dan tugas menumpuk merupakan momok bagi mereka yang belum terbiasa dengan kurikulum baru ini.
Masa sekolah merupakan masa yang menyenangkan bagi seorang anak, dan jika kurikululum 2013 ini diterapkan mereka berpikir hal tersebut akan merubah masa yang menyenangkan itu menjadi sebuah masa yang ditakuti oleh siswa karena di kurikulum 2013 ini siswa dituntut untuk belajar lebih keras lagi.
Mereka akan berpikir bahwa sekolah itu suatu hal yang sangat menakutkan karena tidak ada waktu untuk bermain, waktu mereka habis untuk pelajaran karena kurikulum 2013 ini menekankan jam pelajaran yang ditambah dan mengurangi waktu bermain anak. Sebab, jika dibebani dengan mata pelajaran yang berlebihan, maka siswa bakal mengalami stres dan frustrasi berlebihan.
Oleh sebab itu pemerintah seharusnya dapat menunjang pemberlakuan kurikulum 2013 ini dengan sarana dan prasana yang memadai. Setidaknya dengan begitu para siswa akan lebih mudah dalam beradaptasi dengan kurikulum baru. Pemerintah juga harus memperhatikan kehidupan siswa dengan lingkungan sosialnya. Jangan sampai siswa kurang memiliki waktu untuk kegiatan pribadi dan sosial akibat beban tugas dan materi atas kurikulum 2013.
Meskipun banyak problem yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia, namun itu semua tidak boleh menyurutkan semangat kita dalam menuntut ilmu. Bagaimanapun juga, pendidikan nasional merupakan investasi bagi masa depan bangsa. Sebab, melalui pendidikan nasional, masa depan bangsa sedang dirancang sebaik mungkin dengan cara mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang tidak kalah kualitasnya dengan negara-negara lain.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Negara maju tidak terlepas dari dunia pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara, maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dapat memajukan dan mengharumkan negaranya. Dan cara pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan penetapan kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

B.     Saran
Pemerintah seharusnya dapat menunjang pemberlakuan kurikulum 2013 ini dengan sarana dan prasana yang memadai. Setidaknya dengan begitu para siswa akan lebih mudah dalam beradaptasi dengan kurikulum baru. Pemerintah juga harus memperhatikan kehidupan siswa dengan lingkungan sosialnya. Jangan sampai siswa kurang memiliki waktu untuk kegiatan pribadi dan sosial akibat beban tugas dan materi atas kurikulum 2013.









DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. 2009. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran. 2008. Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. 2005. Sinar Baru Algesindo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2005. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
http://m.kompasiana.com/post/read/518868/3/saya-orang-tua-murid-yang-tidak-setuju-kurikulum-2013.html